Infokriminal.com-Kota Bogor- Didepan Gedung Istana Bogor menjadi saksi serta mencatat sejarah pergerakan Cipayung Plus Bogor Raya yang terdiri dari, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Bogor Raya, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kota Bogor,
Himpunaan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI Bogor),
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Bogor, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Bogor,
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI Bogor),
Kesatuan Mahasiswa Hindu Darma Indonesia (KMHDI) Bogor serta Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Bogor membacakan pernyataan Sikap, ” Menolak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)”, Selasa (20/9/22).
Sofwan Ansori selaku Ketua Umum HMI Kota Bogor mengatakan, Dengan menaiknya harga bahan bakar minyak (BBM) dengan dalih APBN Indonesia tahun 2022 tidak akan sanggup menanggung beban subsidi BBM yang ditetapkan pemerintah sebesar 502,4 triliun rupiah (dari pagu awal sebesar 152,5 triliun rupiah). Menurut pemerintah, hal ini disebabkan karena naiknya harga minyak Dunia, melemahnya nilai tukar rupiah, dan melonjaknya konsumsi BBM bersubsidi Nasional melebihi ekspektasi yang ditetapkan pemerintah. Menurut data yang dikeluarkan pemerintah, bila subsidi BBM tahun ini tidak dilakukan penyesuaian.
Menurutnya Pemerintah harus menambah suntikan dana subsidi sebesar 198 triliun. Artinya, total anggaran APBN tahun 2022 yang dialokasikan untuk subsidi BBM akan berjumlah sekitar 700 triliun. Untuk mengurangi beban terhadap APBN tersebut, menurut pemerintah terdapat 3 jalan yang dapat ditempuh. Pertama, menaikkan harga BBM bersubsidi. Kedua, mengendalikan volume konsumsi alias membatasi penggunaan BBM bersubsidi. Ketiga, menambah Dana subsidi Energi tahun ini sebesar 198 triliun, tuturnya.
Di tempat yang sama Fahreza Ketua PMII Cabang Bogor menuturkan, Saat ini pemerintah lebih memilih Opsi menaikkan harga BBM bersubsidi untuk mengurangi subsidi Energi. Oleh karena itu pemerintah harus melihat jejak sejarah dengan menaikannya harga BBM, Sejarah mencatat, Indonesia pernah menaikkan harga BBM pada Maret 2005 sekitar 30 persen dan dilanjutkan pada Oktober 2005 sekitar 90 persen, memberi dampak inflasi sebesar 17,11 persen. Pada 2013, bensin mengalami kenaikan sebesar 44,4 dan mengakibatkan inflasi mencapai 8,38 persen pada tahun itu. Pada November 2014, terjadi kenaikan kembali pada harga bensin sekitar 30,8 persen yang mengakibatkan laju inflasi mencapai 8,36 persen, paparnya.
Melihat data tersebut kata Fahreza, kemungkinan inflasi Indonesia yang pada tahun ini ditargetkan hanya berkisar 2-4 persen, akan membengkak hingga mendekati 8-10 persen (berdasarkan pengalaman sebelumnya saat terjadi kenaikan harga BBM serta tingginya laju inflasi juga akan mengakibatkan tingkat kesejahteraan masyarakat semakin menurun yang berujung pada bertambahnya orang miskin di Indonesia.
Maka dari itu lanjut Fahreza “Kami Cipayung Plus Bogor Raya menunut pada Pemerintah Pusat Agar di kembalikan UU Migas dari UU No.22 Tahun 2001 menjadi UU No. 8 Tahun 1971 dan Menolak Kenaikan Harga BBM, Meminta Pemerintah Kota dan Kabupaten ikut menandatangani Pernyataan Sikap Penolakan kenaikan Harga BBM serta menunda terkait proyek strategis nasional (PSN) yang tidak berdampak langsung pada masyarakat, dan mengalokasikan ke BBM Bersubsidi.
Fahreza menegaskan, jika tidak di indahkan oleh Pemerintahan Pusat serta tidak di respon dan tidak ikut sertanya pemerintah Kota dan Kabupaten dalam penolakan kenaikan Harga BBM maka kami akan segera menindaklanjuti sikap ini dengan melakukan aksi penolakan terhadap kenaikan harga BBM secara serentak bersama Cipayung Plus Bogor Raya, tegas nya.
Surya Sp