Buserbhayangkara.com, Indramayu – Kehidupan pasangan suami istri H. Sadik Kastara dan Minah Rijal Bajuri ini berjalan seperti masyarakat biasa pada umumnya, mereka menikmati hari tua dengan damai dan tentram disalah satu desa yang berada dikabupaten indramayu.Ibarat pribahasa, malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, kedamaian dan ketentraman yang selama ini dijalani harus terusik dengan kehadiran seorang laki laki bernama Endang yang tiba tiba mengaku telah membeli rumah tinggal yang telah dihuninya bertahun tahun.
Kakek beberapa cucu ini seperti tersambar petir ketika lelaki yang datang tersebut memintanya agar meninggalkan dan mengosongkan rumah dengan alasan bahwa rumah tersebut telah dibeli olehnya, lelaki yang mengaku bernama Endang ini juga mengatakan bahwa sertifikat rumahnya telah dibalik nama, hal ini diungkapkan H. Sadik dengan nada lemah dan dengan deraian air mata kepada Buser Bhayangkara yang datang menyambanginya bersama kuasa hukumnya dari Lembaga Aliansi Indonesia Agung Muing.
Agung Muing yang bertindak sebagai sebagai kuasa hukum H. Sadik memaparkan kepada Buser Bhayangkara hal ikhwal terjadinya kisruh antara kedua belah pihak ini.
Dijelaskan oleh Agung Muing pada awalnya karena untuk kepentingan menambah modal usaha, Susi anak perempuan nomer tiga H. Sadik mengagunkan sertifikat rumah tersebut kepada Bank Harmoni sebesar 75 juta, awalnya tak ada keanehan yang terjadi semua berjalan normal, angsuran Bank lancar hingga mendapat pinjaman tahap 2, setelah tahap 2 selesai pinjaman masuk pada tahap ketiga, pada pinjaman tahap ketiga ini tiba Suwarno anak pertama H. Sadik meminta kepada adiknya yang bernama Susi untuk mengambil sertifikat yang tengah diagunkan pada Bank Harmoni karena sebagai adik tentu Susi tak dapat menolaknya karena niat sang kakak mengambil surat sertifikat yang diagunkan dinilai positif sehingga tak ada dipikirannya bahwa sang kakak akan berbuat macam atas sertifikat rumah orang tuanya tersebut, pada hari dan tanggal yang ditetapkan maka berangkatlah Susi dan sang kakak dengan ditemani seseorang yang akhirnya dikenal bernama Satori. Mereka bertiga menuju Bank tempat sertifikat tanah tersebut diagunkan, dengan persyaratan melunasi beberapa bulan cicilan yang menjadi tanggung jawabnya.
Setelah selesai Susi kembali kerumah, sedang surat tanah dipegang oleh sang kakak yang bernama Suwarno tersebut.
Entah kongkalingkong apa yang terjadi antara Suwarno dan Satori karena pada saat itu yang tahu hanya Suwarno dan Satori ungkap lelaki berbadan kekar dan berkumis yang kini menjadi kuasa hukum H. Sadik.
Akhirnya untuk memperjelas dan mencari kebenaran tentang kepemilikan surat sertifikat dengan disaksikan Buser Bhayangkara diadakanlah pertemuan antara kuasa hukum H. Sadik, Agung Muing dengan lelaki yang bernama Endang yang mengaku telah membuat sertifikat baru menjadi atas namanya sendiri.
Dalam pertemuan yang dilaksanakan dirumah H. Sadik Kastara Warma pemilik rumah yang berdiri diatas tanah seluas 210 m yang terletak dijalan karticala – Desa Karticala RT/RW 15/03 no. 71 – Tukdana – Indramayu – Jawa barat.
Endang membenarkan bahwa dirinya telah membuat sertifikat baru / membalik nama atas nama H. Sadik menjadi atas namanya sendiri dengan alasan karena dirinya telah membeli tanah dan bangunan yang berdiri diatas tanah seluas 210 m dari Suwarno (anak pertama H. Sadik ) dengan harga sebesar Rp.300 juta rupiah.
Dalam kesempatan ini Agung Muing sebagai kuasa hukum mempertanyakan kwitansi pembayaran atau bukti jual beli antara Endang dan Suwarno, namun sangat disayangkan Endang tak dapat menunjukan / memberi bukti jual beli yang dilakukan dengan Suwarno dengan alasan ketika jual beli dirinya diwakilkan oleh pamannya yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Akte Tanah (Notaris).
Keanehan yang terjadi ternyata tidak sampai disitu saja, karena ketika Agung Muing menanyakan surat yang menurutnya sudah dibalik nama menjadi namanya, Endang lagi lagi tak dapat mampu membuktikan dan hanya bisa berkelit dan tetap kekeh bahwa surat itu ada tapi tidak dibawa.
Sampai pertemuan selesai Endang tak dapat membuktikan surat sertifikat kepemilikan tanah akhirnya pertemuan ditutup tanpa ada titik terang .
Namun ketika akan meninggalkan kediaman rumah H. Sadik, Buser Bhayangkara sempat bertanya kepada Endang yang sehari-hari nya bekerja diperusahaan PJTKI ini.
SKM Buser Bhayangkara : Pak Endang apakah bapak mengenal atau pernah bertemu dengan H. Sadik sebelumnya?
Endang : Saya tidak pernah bertemu dan mengenal beliau.
Disini dapat disimpulkan bagaimana mungkin terjadi jual beli yang syah antara penjual dan pembeli jika kedua belah pihak tidak saling bertemu dan saling mengenal.
Menindak lanjuti masalah ini serta mengantisipasi agar kliennya tidak diganggu oleh pihak ketiga, Agung Muing mengambil langkah cepat, dengan melakukan koordinasi dengan pihak Polsek menurut Agung muing langkah ini penting agar aparat setempat mengetahui masalah yang dialami H. Sadik sehingga apabila dikemudian hari terjadi sesuatu hal atas pihak berwajib dapat bertindak cepat ( TIM / D )